JAKARTA, KOMPAS.com - Ketegangan TNI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mewarnai lika liku pengusutan dugaan suap di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) yang menyeret nama Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Henri Alfiandi diduga menerima suap mencapai Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Kasus dugaan suap Henri diungkap ke publik setelah KPK menangkap basah anak buahnya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto pada Selasa (25/7/2023) siang.
Saat itu, Afri sedang berada di sebuah warung soto di Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat. Ia baru saja menerima uang senilai Rp 999,7 juta.
Baca juga: Teror Karangan Bunga ke Pimpinan KPK Usai Kepala Basarnas Tersangka, Sudah Dilaporkan ke Kapolri
Uang tersebut diduga merupakan komitmen fee dari pengusaha yang memenangi tender pengadaan alat pendeteksi korban bencana di Basarnas.
Pengusaha itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan dan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya Besarnya 10 persen dari nilai kontrak yakni Rp 9.997.104.000.
Usai melakukan gelar perkara, KPK mengumumkan lima orang tersangka, yakni Henri Alfiandi, anak buahnya Afri Budi Cahyanto sebagai terduga penerima suap.
Kemudian, Gunawan, Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil sebagai pemberi suap.
Baca juga: Kepala Basarnas Ditetapkan Tersangka dan Janji TNI Tutup Celah bagi Koruptor
Roni diduga menyuap Rp 4,1 miliar terkait pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 17,4 miliar dan Rp 89,9 miliar.
“Diduga terjadi ‘deal’ pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak,” ujar Alex dalam konferensi pers, Rabu (26/7/2023).
Meski baru menahan para pihak terkait dugaan suap Rp 5 miliar lebih, KPK menduga Henri dan Afri menerima suap Rp 88,3 miliar selama 2021-2023.
TNI keberatan, datangi KPK
Berselang satu hari setelah Kepala Basarnas yang berlatar belakang jenderal bintang tiga di TNI Angkatan Udara (AU) menjadi tersangka, pihak TNI menyampaikan keberatan.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda R Agung Handoko mengatakan, KPK tidak berhak menetapkan prajurit aktif sebagai tersangka.
Baca juga: Kisruh Kasus Kepala Basarnas: Revisi UU Peradilan Militer dan Evaluasi Prajurit Duduki Jabatan Sipil
Menurutnya, pihak yang berwenang menetapkan status hukum prajurit aktif TNI adalah penyidik Polisi Militer (POM).
“Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik," kata Agung saat dihubungi pada 27 Juli 2023.
"Di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer,” ujarnya lagi.
Selang satu hari kemudian, pihak TNI menggelar konferensi pers yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi militer. Mereka antara lain, Danpuspom Marsekal Agung Handoko dan Kepala Badan Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro.
Kemudian, Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Mayjen Wahyoedho Indrajit; Oditur Jenderal (Orjen) TNI, Laksamana Muda, Nazali Lempo; dan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono.
Baca juga: TNI Bantah Intimidasi Pimpinan KPK Terkait Kasus Dugaan Suap di Basarnas
Mereka mengaku kecewa karena prajurit TNI aktif ditangkap dan diumumkan sebagai tersangka oleh KPK.
“Menurut kami, apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan,” ujar Agung, pada 28 Juli 2023.
Pada pokoknya, pihak TNI menyatakan penanganan kasus pidana anggotanya merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Selang menggelar konferensi pers, jenderal-jenderal TNI itu mendatangi gedung KPK.
Mereka melakukan audiensi dengan empat pimpinan KPK yakni, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, dan Johanis Tanak. Sementara, Firli Bahuri tengah berdinas di Manado.
Baca juga: Puspom TNI Dalami Aliran “Dana Komando” yang Diduga Diperintahkan Kepala Basarnas
KPK minta maaf
Usai menggelar audiensi, Johanis Tanak mendampingi petinggi TNI menggelar konferensi pers.
Ia menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan jajarannya karena telah menangkap prajurit aktif.
Tanak juga secara tidak langsung menyebut penyelidiknya khilaf sehingga melakukan upaya tangkap tangan tersebut.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya Anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada 28 Juli 2023.
Baca juga: Ditetapkan sebagai Tersangka, Kepala Basarnas Diduga Terima “Dana Komando” dari Koorsmin-nya
Pernyataan Tanak itu kemudian memicu perlawanan para pegawai internal KPK hingga berujung pernyataan mosi tidak percaya.
Sementara itu, pihak Puspom TNI menyatakan baru akan melakukan penyidikan dugaan suap Kabasarnas. Oleh karenanya, Henri dan Afri belum menyandang status tersangka.
Berbeda dengan Tanak, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, maupun Jaksa KPK. Menurutnya, mereka telah bekerja sesuai kapasitasnya.
Ia juga mengakui dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan KPK tidak ada nama Kepala Basarnas dan anak buahnya.
Dalam Sprindik KPK disebut hanya ada nama tiga orang pihak swasta.
Baca juga: Kepala Basarnas Diduga Perintahkan Letkol Afri Terima Uang Nyaris Rp 1 M
Alex mengaku memutuskan mengumumkan Henri Alfiandi dan Afri sebagai tersangka karena secara materiil atau substansi, dua perwira TNI itu sudah cukup atau layak menjadi tersangka.
“Bukti-buktinya kan sama, buktinya sama. Entah itu dari transaksi keuangan, dari saksi-saksi pihak pemberi,” ujar Alex.
Teror karangan bunga
Usai didatangi petinggi militer, pada Jumat malam pimpinan hingga pejabat struktural di KPK mendapatkan karangan bunga misterius.
Karangan bunga dikirimkan ke kediaman Alexander Marwata dan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu.
Karangan itu berisi pesan nyinyir berbunyi, “Selamat Atas Keberhasilan Anda Bapak Asep Guntur Rahayu Memasuki Pekarangan Tetangga”.
Selain itu, ancaman juga dikirimkan melalui pesan aplikasi Whatsapp.
“Kami dalam beberapa hari ini sedang banyak mendapat tantangan dan ancaman atau teror nyawa dan kekerasan, yang disampaikan ke Whatsapp maupun karangan bunga yang dikirim ke rumah rumah struktural dan pimpinan KPK karena memberantas korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada Kompas.com, Senin (31/7/2023).
Baca juga: Teror Karangan Bunga ke Pimpinan KPK Usai Kepala Basarnas Tersangka, Sudah Dilaporkan ke Kapolri
Merespons ancaman ini, KPK kemudian kembali mengaktifkan sistem “Panic Button”, semacam tombol darurat yang bisa dipencet pegawai lembaga antirasuah di mana saja.
KPK juga telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk membantu mengamankan pegawainya yang mengalami situasi darurat karena pekerjaan mereka.
Meski tidak menuding pihak mana yang mengirimkan karangan bunga, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya telah melaporkan teror bunga itu ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Nanti untuk siapa harus kami dalami, saya tidak berani menyampaikan. Tapi hal ini sudah kami sampaikan kepada Kapolri, begitu kami mendapat berita ada kiriman bunga, kami sampaikan kepada Kapolri,” kata Firli dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, Senin (31/7/2023) malam.
“Karena itu adalah tanggung jawab kepada Kapolri untuk mengungkap siapa yang menyuruh mengirim bunga, dari mana bunga itu dikirim, kapan dibuat, siapa pemesannya. Itu tugasnya Kapolri,” ujarnya lagi.
Baca juga: Bawahan Kepala Basarnas Disebut Terima Profit Sharing Hampir Rp 1 Miliar di Kasus Suap
Adapun Puspom TNI pada akhirnya resmi mengumumkan Kepala Basarnas dan anak buahnya sebagai tersangka. Kedua perwira di TNI itu langsung ditahan di Puspom AU.
Menurut Danpuspom TNI Marsekal Muda R Agung Handoko, bawahan Kabasarnas, Afri Budi Cahyanto mendapatkan pembagian keuntungan atau profit sharing hampir Rp 1 miliar dari pengadaan alat pencarian korban reruntuhan.
“Profit sharing ini adalah istilah dari ABC (Afri Budi Cahyanto) sendiri,” kata Agung Handoko saat konferensi pers bersama Firli Bahuri, Senin malam
Lebih lanjut, Agung menegaskan pihaknya akan mengusut kasus ini secara transparan. Ia juga mempersilakan masyarakat memantau perkembangan kasus ini.
Ia juga membantah pihak TNI mengintimidasi pimpinan dan pejabat struktural KPK.
“Ah, enggak ada itu,” kata Agung usai konferensi pers.
Baca juga: KPK Ungkapkan Alasan Umumkan Kepala Basarnas Tersangka meski Tanpa Sprindik
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Lika-liku Penetapan Tersangka Kepala Basarnas, Sempat Tegang, KPK-TNI Akhirnya Sepakat - Kompas.com - Nasional Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment