TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyatakan ada dua anggota DPR yang sempat menghubunginya dalam kasus Irjen Ferdy Sambo. Satu anggota DPR disebut berusaha untuk mempengaruhi sikap IPW.
Sugeng menyatakan hal itu dalam rapat dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada hari ini, Kamis, 25 Agustus 2022. Sugeng memenuhi undangan MKD untuk mengklarifikasi pernyataannya di sebuah media daring soal aliran dana Ferdy kepada DPR.
Dalam rapat itu, Sugeng menjelaskan bahwa dirinya memang sempat mendapat informasi awal soal dugaan aliran dana besar-besaran oleh Mantan Kadiv Propam itu untuk memuluskan skenario yang dibuatnya terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Namun, Sugeng menyebut, informasi yang didapatnya tersebut belum terkonfirmasi alias baru sebatas dugaan.
"Informasi awal itu kemudian kami telusuri. Dan setelah kami dalami, tidak ditemukan adanya fakta aliran dana," ujar Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis, 25 Agustus 2022.
Sugeng mengaku bahwa ada satu dari dua anggota DPR yang menghubunginya berusaha mempengaruhi sikap IPW soal kasus Ferdy Sambo, sementara satu lainnya menanyakan latar belakang sikap IPW. Ia bersedia mengungkap dua nama tersebut kepada MKD dalam rapat tertutup, namun tidak mau membuka kepada media.
"Pokoknya ada dua orang anggota DPR dan satu anggota kepolisian yang menghubungi saya. Dan menurut saya, dua orang ingin mempengaruhi, satu orang tidak," ujar Sugeng.
Kata Sugeng, upaya mempengaruhi itu hanya bersifat verbal, tidak ada tawaran uang dan sejenisnya. Upaya mempengaruhi IPW tersebut, menurut dia, berkaitan dengan sikap lembaganya yang sejak awal kencang menyuarakan usul pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan menonaktifkan Ferdy Sambo.
Sugeng menyatakan IPW menyerukan dua hal itu karena menilai banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. IPW juga menyatakan ada dugaan obstruction of justice. Sejumlah dugaan IPW tersebut belakangan terbukti.
"Jadi setelah IPW menyatakan sikap itu, pada 12 Juli malam, ada satu anggota DPR mengirimkan pesan whatsapp kepada saya berisi berita dari Komnas Perempuan yang intinya Nyonya PC (Putri Candrawathi) harus dilindungi, tapi ternyata sekarang dia tersangka kan," ujar Sugeng.
Pesan tersebut tidak dibalas Sugeng karena tidak sempat terbaca di tengah pesan yang menumpuk.
"Karena tidak dibalas, akhirnya dia menelepon. Saya marah waktu itu, karena dia panggil saya dengan sebutan dinda. Saya tidak tahu apakah dia lebih tua,tapi saya tidak pernah menjadi adik asuhnya," kata Sugeng.
Ketika dia menjadi pengurus organisasi HAM, saya sudah wakil ketua nasional di Jakarta. Saya tersinggung dipanggil dinda. Dia mau mengooptasi saya dengan kata dinda. Saya bilang jangan main-main dengan saya," ujar Sugeng.
Setelah pembicaraan panas itu, kata Sugeng, keduanya sepakat bertemu saja.
"Kemudian bertemu, dia cerita soal FS (Ferdy Sambo), dia bilang FS ini korban, dia dizhalimi, harga dirinya diinjak-injak dan dia sangat menyesal kenapa bukan dia yang menembak. Saya hanya mendengarkan saja, saya tampung. Ternyata, ceritanya persis sama dengan yang disampaikan Karopenmas Polri belakangan," ujar Sugeng.
Kemudian pada 15 Juli, lanjut Sugeng, adalagi seorang berpangkat Komisaris Besar (Kombes) dari Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri datang menemuinya.
"Ceritanya sama persis dengan cerita anggota DPR yang pertama tadi," ujar dia.
Sementara satu anggota DPR lainnya, ujar Sugeng, hanya menanyakan latar belakang sikap IPW atas kasus tersebut. "Dia tidak mempengaruhi, tapi dia tersinggung sama saya," ujar dia.
Ketua MKD DPR RI Aboe Bakar Al Habsyi menyebut, keterangan Sugeng hanya menunjukkan keberpihakan, tapi tidak menunjukkan bahwa ada dugaan keterlibatan anggota DPR dalam memuluskan skenario Sambo.
"Dalam dialognya (anggota DPR dan Sugeng IPW) tidak menyangkut keuangan maupun pidana. Berusaha mempengaruhi, tapi faktanya (Sugeng) tidak terpengaruh," ujar dia.
Dengan demikian, lanjut Aboe, kasus ditutup dan anggota DPR tersebut tidak akan disidang oleh MKD karena tidak ditemukan unsur pelanggaran kode etik.
"Jadi sudah selesai, kasus ditutup," tuturnya.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Ferdy menjadi tersangka menyusul tiga anak buahnya, Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Belakangan polisi juga menyatakan istri Ferdy, Putri Candrawathi, sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana itu.
Selain pembunuhan berencana, Ferdy juga terancam pidana menghalang-halangi penyidikan. Dia dan sejumlah anggota polisi lainnya dinilai sengaja membuat skenario palsu soal kematian Brigadir J.
Pada hari ini, Ferdy Sambo pun tengah menjalani sidang kode etik di Mabes Polri. Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Rabu kemarin, terungkap terdapat 35 anggota polisi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam kasus ini. Kapolri memastikan mereka akan mendapatkan ganjaran setimpal sesuai dengan perannya masing-masing.
Adblock test (Why?)
Kasus Ferdy Sambo, Ketua IPW Mengaku Sempat Dihubungi 2 Anggota DPR - Nasional Tempo
Read More