Jakarta, CNBC Indonesia- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi II perdagangan terakhir bulan ini, Rabu (31/5/23) turun tipis 0,05% menjadi 6.633,26. Sektor energi masih menjadi pemberat IHSG.
Koreksi IHSG hari ini memperparah pelemahan yang telah berlangsung selama lima hari beruntun. Dengan demikian dalam lima hari perdagangan IHSG terkoreksi 3,35%. Selain itu, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 3,17%.
Pada perdagangan hari ini sangat ramai dengan melibatkan sekitar90miliar sahamyang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali.Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp. 33,5 triliun.
Melandainya IHSG kali ini didorong oleh koreksi dari 400 saham lebih, tepatnya 419 saham, sementara 171 saham stagnan dan hanya 152 saham yang menguat.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, 70% sektor melemah dengan sektor Energi masih menjadi sektor yang paling membebani indeks dari sesi I hingga sore ini, yakni drop 4,32%.
Kemerosotan sektor Energi terjadi akibat banyaknya saham-saham dari sektor ini yang melemah. Adapun lima saham emiten batubara yang anjlok berdasarkan presentase perubahan harga dan menjadi momok sektor energi adalah sebagai berikut:
- PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk (-6,72%)
- PT Bayan Resources Tbk (-6,69%)
- PT Indo Tambangraya Megah Tbk (4,12%)
- PT Bumi Resources Tbk (-4%)
- PT Adaro Energy Indonesia Tbk (-3,32%)
Tak hanya itu,Saham raksasa batu bara milik konglomerat 'Low Tuck Kwong' yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi pemberat terbesar IHSG hari ini, yakni mencapai 20,6 indeks poin.
Lesunya saham-saham batu bara terjadi karena masih lesunya harga batubara acuan dunia dan isu dunia yang terus memerangiclimate changeatau perubahan iklim.
Harga batu bara jatuh ke level terendah dalam hampir dua tahun terakhir. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga batu bara kontrak dua bulan atau Juli di pasar ICE Newcastle ditutup ambruk 3,43% di posisi US$ 132,6 per ton.
Harga penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 7 Juli 2021 atau 34 bulan terakhir atau hampir dua tahun. Bila dihitung sejak awal tahun maka harga batu bara sudah ambles 66%.
Selain itu, perkembangan isuclimate changedan konversi energi menjadi EBT juga dapat membebani saham-saham batu bara.
Sementara itu, data aktivitas manufaktur China yang masih berkontraksi juga menjadi sentimen negatif pada hari ini.
Berdasarkan data dari NBS, manufaktur China yang tergambarkan pada Purchasing Managers Index (PMI) periode Mei 2023 turun menjadi 48,8, dari sebelumnya di angka 49,2 pada April lalu. Hal ini menandakan bahwa aktivitas manufaktur China telah melambat dua bulan beruntun.
Aktivitas manufaktur memiliki titik tengah di 50, di bawah angka tersebut yakni zona kontraksi. Sedangkan di atas level 50 adalah level ekspansi.
Hal ini tentunya menjadi sentimen negatif karena China adalah mitra dagang utama Indonesia. Sehingga jika aktivitas manufaktur China lesu akan berpengaruh terhadap ekspor dan impor barang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
2023 Jadi Tahun Menakutkan, Mana Investasi Anti Resesi?
(fsd/fsd)
Sempat Ambles 1% Lebih, IHSG Berakhir Terkoreksi Tipis - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment