Jakarta, CNBC Indonesia - Pelemahan nilai tukar rupiah terjadi dalam beberapa bulan terakhir ternyata dialami oleh banyak mata uang negara lain. Bahkan situasinya lebih buruk.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewakili Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam konferensi pers, Jumat (3/11/2023), menjelaskan ini merupakan dampak dari situasi di Amerika Serikat (AS).
Inflasi AS yang masih tinggi membuka peluang suku bunga acuan akan kembali naik, sehingga menimbulkan gejolak di pasar keuangan global dan mendorong aliran modal keluar (outflow). Ini juga menjadi alasan kemudian dolar AS menguat drastis.
"Penguatan dolar AS yang terjadi secara signifikan mendorong pelemahan berbagai mata uang negara-negara lainnya, termasuk rupiah," ungkapnya.
Hingga 27 Oktober 2023, Indeks Dolar AS mencapai 106,56 atau menguat sebesar 2,93% dibandingkan dengan akhir tahun lalu atau secara year to date (ytd).
Rupiah melemah, namun tidak terlalu besar hanya 2,34%. Sementara Yen alami pelemahan 12,61% dan dolar Australia melemah 6,72%. Ringgit dan Bath juga melemah, masing -masing 7,82% dan 4,39%.
"Ke depan langkah stabilitas nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan untuk mendukung upaya pengendalian imported inflation," terang Sri Mulyani.
"Selain itu upaya lain juga terus diperkuat untuk tingkatkan mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas dari institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portfolio asing dari luar negeri serta meningkatkan dan memperluas koordinasi di dalam rangka implementasi instrumen penempatan DHE SDA," pungkasnya
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Sri Mulyani: Ekonomi RI Kuartal II-2023 Diperkirakan 5-5,3%
(mij/mij)
Sri Mulyani Akui Rupiah Sempat Loyo, Negara Lain Lebih Buruk - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment