DEPOK, KOMPAS.com - SNA (29), seorang perempuan yang menjadi korban penipuan, mengaku sempat berkomunikasi dengan anggota grup Telegram soal pekerjaan paruh waktu secara online.
Sebagai informasi, SNA merupakan korban penipuan dengan modus menyelesaikan tugas menyukai (like) konten dan berlangganan (subscribe) akun YouTube tertentu.
SNA mulai gencar berkomunikasi dengan para anggota grup setelah uang deposit dan keuntungan yang dijanjikan pelaku tak kunjung ditransfer.
Baca juga: Dijanjikan Komisi dengan Like dan Subscribe Akun YouTube, Korban Tertipu Rp 21 Juta
SNA menyebutkan, grup Telegram itu beranggotakan lima orang, termasuk seorang admin.
"Iya (komunikasi dengan anggota grup), saya japriin semua pas setelah beres tugas terakhir, karena uangnya enggak cair-cair," kata SNA saat dihubungi, Selasa (9/5/2023).
Akan tetapi, respons para anggota grup lainnya begitu mencurigakan. Sebab, mereka tidak resah sama sekali seperti SNA.
"Mereka responsnya ya gitu, biasa aja, anteng-anteng aja. Mereka semua satu komplotan," kata SNA.
Awal mula kena tipu
Kepala Seksi Humas Polres Metro Depok AKP Elni Fitri mengatakan, kejadian bermula ketika SN mendapatkan tawaran pekerjaan paruh waktu melalui pesan singkat WhatsApp.
Dalam tawaran itu, korban dijanjikan mendapatkan komisi Rp 15.000 jika dapat menyelesaikan tugas menyukai (like) konten dan berlangganan (subscribe) akun tertentu di YouTube.
"Tugasnya hanya nge-like dan men-subscribe video di YouTube sesuai dengan link yang diberikan terlapor dan jika sudah menyelesaikan tiga tugas akan diberikan komisi sebesar Rp 15.000," kata Fitri dalam keterangannya, Selasa.
Baca juga: Penipuan Like dan Subscribe YouTube, Korban Baru Sadar Setelah Berkali-kali Deposit Jutaan Rupiah
Mendapat tawaran itu, SN pun tertarik sehingga langsung diundang oleh pelaku untuk bergabung ke dalam grup aplikasi Telegram.
Kemudian, korban langsung menyelesaikan lima tugas setelah diberi arahan oleh pelaku. Saat itu, korban juga mendapatkan komisi seperti yang dijanjikan.
Setelah itu, korban baru diminta membayar uang jaminan dengan pilihan maksimal Rp 500.000, dengan dijanjikan reward sebesar 20 persen.
Fitri berujar, korban masih terus mendapatkan komisi hingga menyelesaikan tugas kedelapan.
"Tiba di tugas yang kesembilan, korban harus deposit terlebih dahulu jika ingin melanjutkan tugasnya, dan korban memilih deposit sebesar Rp 2.558.000 ke dalam aplikasi tersebut," ujar Fitri.
Baca juga: Alasan Korban Penipuan Like dan Subscribe Mau Transfer Deposit Berkali-kali: Awalnya Bisa Dicairkan
Setelah itu, korban langsung dimasukkan ke grup Telegram yang beranggotakan lima orang.
Namun, kata Fitri, terdapat peraturan baru di dalam grup tersebut, yakni peserta tidak bisa mendapatkan uang komisi jika enggan melanjutkan tugasnya.
Hal itu membuat korban kembali melanjutkan tugasnya. Sebab, korban sebelumnya sudah memberikan uang jaminan sekitar Rp 2,5 juta.
"Lanjut, korban mengerjakan tugas untuk memberi bintang pada sebuah lokasi di Google Maps dan memberikan sebuah review, tetapi komisinya tidak bisa dicairkan oleh korban," ujar dia.
Baca juga: Korban Penipuan Langsung Dihubungi Polres Jaktim Usai Twitnya Viral soal Laporan Tak Ditindaklanjuti
Peristiwa itu terus berlanjut hingga korban kembali mengeluarkan uang jaminan, yakni Rp 3,7 juta dan Rp 14,7 juta.
Rupanya, uang yang sudah dikeluarkan korban hingga kini masih ditahan pelaku.
"Setelah korban deposit dan mengerjakan tugas, komisi yang dijanjikan pun masih belum bisa dicairkan oleh korban," ujar Fitri.
Akibatnya, SN mengalami kerugian sekitar Rp 21 juta. Karena itu, korban lantas melapor ke polisi.
Laporan korban teregistrasi dengan nomor LP/B/1299/V/2023/SPKT/Polda Metro Jaya, tanggal 3 Mei 2023.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Sempat Komunikasi dengan Anggota Grup "Like-Subscribe", Korban Penipuan: Ternyata Mereka Komplotan - Kompas.com - Megapolitan Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment