Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia dibuka bervariasi pada perdagangan Selasa (2/11/2021), di tengah kembali menguatnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (1/11/2021) waktu AS, meskipun sentimen dari pengurangan pembelian obligasi menghantui sikap investor pada pekan ini.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melonjak 0,58%, Straits Times Singapura naik tipis 0,06%, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,65%.
Sementara untuk indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,64% dan Shanghai Composite China turun 0,14% pada pagi hari ini.
Dari Korea Selatan, data inflasi periode Oktober 2021 telah dirilis pada pagi hari ini. Inflasi dari sisi indeks harga konsumen (IHK) Negeri Ginseng pada bulan lalu tercatat berhasil tembus lebih dari 3% untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade, didorong oleh lonjakan harga komoditas dan efek dasar yang rendah jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Badan statistik setempat melaporkan IHK Negeri Ginseng melonjak 3,2% pada Oktober secara tahunan (year-on-year/yoy), sedikit lebih rendah dari perkiraan ekonom yang memperkirakan kenaikan 3,3%.
Hal ini memperpanjang kenaikan di atas target bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK) yang menargetkan inflasi di angka 2%, dan menjadikan acuan untuk berpotensi kembali menaikan suku bunga oleh BoK pada pertemuan 25 November mendatang.
BoK telah menandai kemungkinan inflasi naik di atas angka 3%, didorong oleh subsidi biaya seluler satu kali oleh pemerintah pada Oktober 2020 yang mendorong inflasi turun menjadi hanya 0,1% pada waktu itu.
Setelah efek dasar surut, inflasi kemungkinan akan turun kembali di bawah 3% dalam beberapa bulan mendatang.
Beragamnya bursa Asia pada pagi hari ini terjadi di tengah penguatan kembali bursa saham AS, Wall Street pada penutupan dini hari tadi waktu Indonesia, di mana ketiga indeks utama di Wall Street lagi-lagi mencetak rekor tertinggi barunya.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,26% ke level 35.913,84, S&P 500 naik 0,18% ke 4.613,65, dan Nasdaq Composite melesat 0,63% ke posisi 15.595,92.
Investor di AS saat ini sedang bersikap tenang, karena mereka tengah bersiap untuk menghadapi sentimen dari pengurangan pembelian aset (quantitative easing/QE) atau tapering yang dilakukan secara bertahap, dimulai pada saat pengumuman rapat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Kamis (4/11/2021) mendatang.
Pasar memperkirakan The Fed akan mengurangi pembelian aset sebanyak US$ 15 miliar sebagai awalan. Nantinya, pembelian aset akan semakin berkurang dan pada akhirnya habis. Ketika itu terjadi, kenaikan suku bunga acuan tinggal menunggu waktu.
"Pasar takut jika tapering yang terlalu berlebihan. Selain itu, pasar juga harap-harap cemas terhadap arah kebijakan suku bunga begitu tapering selesai," kata Chandler, seperti dikutip dari Reuters.
Berkurangnya pembelian aset oleh The Fed membuat likuiditas tidak lagi berlimpah seperti saat awal pandemi virus corona (Covid-19). Ketika likuiditas di pasar terbatas, maka investor akan lebih berhati-hati dan mungkin akan berpengaruh ke aset-aset berisiko seperti saham yang tidak lagi jadi primadona.
Investor akan cenderung beralih ke aset aman (safe haven), seperti obligasi pemerintah AS (Treasury) atau dapat juga emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(chd/chd)
Bursa Asia Tak Kompak Pagi Ini, Waspada IHSG Koreksi - CNBC Indonesia
Lanjutan Lagi
No comments:
Post a Comment