Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham perusahaan tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) terus mengalami pelemahan seiring dengan kandasnya rencana Indonesia Battery Corporation (IBC) melakukan akuisisi perusahaan pabrik kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Jerman yakni StreetScooter.
Sebagai informasi, IBC merupakan perusahaan patungan dari sejumlah BUMN, yakni MIND ID, PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero) dan Antam.
Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia membenarkan bahwa opsi IBC untuk melakukan akuisisi StreetScooter sudah tidak ada lagi.
Hal itu, salah satunya karena adanya anggapan bahwa investasi atau kegiatan akuisisi StreetScooter dianggap rugi. StreetScooter akhirnya diakuisisi oleh Odin Automotive, perusahaan otomotif yang berbasis di Luksemburg.
Tak hanya itu, sentimen negatif lain juga terus berdatangan. Secara spesifik yakni gugatan hukum yang dilayangkan oleh Philip Tonggoredjo kepada ANTM.
Pihak penggugat (Philip Tonggoredjo) meminta Pengadilan menyatakan ANTM telah melakukan wanprestasi. Selanjutnya penggugat meminta ANTM untuk menyerahkan total 497 buah emas batangan seberat 84.120 gram.
Selain itu, penggugat meminta pengadilan untuk memberikan hukuman kepada perusahaan tambang BUMN tersebut membayar denda keterlambatan senilai Rp 3,15 miliar dalam 3 tahun dengan total nilai Rp 9,45 miliar.
Selanjutnya, penggugat juga meminta ANTM membayar ganti rugi immaterial sebesar Rp 50 miliar. Sehingga jika dikalkulasi secara total, total denda serta ganti rugi yang harus dibayar ANTM mencapai Rp 59,45 miliar.
Kabar-kabar buruk tersebut menjadi sentimen negatif yang membuat harga saham ANTM melemah. Dalam sepekan terakhir, harga saham ANTM anjlok nyaris 12%. Pada perdagangan kemarin (13/1), harga satu unit saham ANTM ditutup di Rp 1.965.
Setelah terkoreksi tajam dalam sepekan, bagaimana sebenarnya prospek harga saham ANTM?
Dari sisi aspek fundamentalnya, ANTM berhasil mencatatkan peningkatan kinerja di sepanjang Januari-September 2021. Hal ini terlihat dari sisi top line hingga bottom line-nya.
Berdasarkan laporan kuartalan yang dirilis perseroan, ANTM berhasil mencatatkan kenaikan penjualan emas (+33,5% yoy), bijih nikel (+376% yoy) dan alumina (+54,2% yoy). Namun penjualan feronikel, perak dan bauksit masing-masing turun sebesar -3,3% yoy, -30,6% yoy dan -4,3% yoy.
Meskipun begitu, ANTM masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 46,8% yoy. Hingga September 2021, pendapatan ANTM tercatat mencapai Rp 26,48 triliun. Kemudian dari sisi bottom line ANTM juga sukses mencetak kenaikan laba bersih.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan kuartal III-2021, laba bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk mencapai Rp 1,7 triliun atau naik 105% yoy dari Rp 836 miliar pada periode yang sama di tahun 2020.
Kendati dari pos beban produksi, pemasaran dan operasional mengalami pembengkakan, kenaikan laba bersih ANTM yang signifikan selain didukung oleh peningkatan pendapatan juga dikontribusikan oleh penurunan beban keuangan dan keuntungan dari entitas asosiasi.
Bagian keuntungan/kerugian dari entitas asosiasi efek dari konsolidasian laporan keuangan menunjukkan adanya pembalikan dari rugi Rp 25 miliar menjadi laba sebesar Rp 343 miliar. Kenaikan dari pos ini terbilang signifikan dalam mendongkrak laba ANTM.
Di sisi lain beban keuangan juga turun drastis dari Rp 734,5 miliar tahun lalu menjadi Rp 292,3 miliar per September 2021. Penurunan beban keuangan ini disebabkan karena penurunan beban bunga dari pinjaman investasi dan beban bunga atas pinjaman jangka pendek dari bank.
Selain itu rugi selisih kurs dari pinjaman bank jangka pendek dan pinjaman investasi juga menurun secara signifikan. Sehingga overall beban keuangan ANTM bisa ditekan.
Sampai di sini dapat disimpulkan bahwa perbaikan kinerja keuangan ANTM ditopang oleh 3 faktor utama yaitu kenaikan top line, penurunan beban bunga serta efek konsolidasian laba bersih pada entitas asosiasi.
Oleh sebab itu wajar saja jika laba per saham (earning per share/EPS) ANTM juga naik dari Rp 34,78 menjadi Rp 71,18. Menggunakan harga penutupan kemarin maka didapatkan rasio Price to Earnings (PER) ANTM berada di 20,71x jika menggunakan metode annualized (disetahunkan).
Ke depan, prospek harga emas maupun harga nikel sebagai dua komoditas dengan porsi penjualan terbesar perseroan (>95%) juga dirasa masih berpeluang naik.
Emas masih menjadi salah satu alternatif pilihan investasi saat inflasi naik. Harga emas diperkirakan masih bisa naik ke US$ 1.950/ons pada kuartal I-2022 dan menurun di kisaran US$ 1.700 di penghujung tahun ini.
Kemudian untuk nikel, prospeknya akan lebih didorong oleh kenaikan permintaan seiring dengan semakin berkembangnya industri baterai mobil listrik serta energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Di sisi lain ketatnya pasokan semakin membuat upside potential harga nikel menjadi semakin tinggi.
Analis bank investasi global Goldman Sachs memperkirakan defisit pasokan nikel global bisa mencapai 30 ribu ton di tahun ini. Artinya secara prospek bisnis, masih ada peluang pertumbuhan bagi ANTM. Apalagi dari sisi strategi ANTM juga kian ekspansif.
Ekspansi ANTM terlihat dari pengembangan proyek berbasis hilirisasi dengan membangun pabrik pengolahan bijih nikel menjadi produk bernilai tambah yaitu feronikel dengan kapasitas 27 ribu TNi di Halmahera Timur.
Selain itu ANTM bersama dengan induk BUMN pertambangan juga memiliki proyek patungan pengembangan smelter alumina di Mempawah dengan kapasitas 1 juta ton Smelter Grade Alumina (SGA) per tahun.
Sempat Kena Obral, Begini Prospek Saham Sejuta Umat Antam - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment