Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) melibatkan pengusaha dalam penetapan fatwa yang berhubungan dengan sektor ekonomi dan keuangan umat. Salah satunya, fatwa soal kripto yang belum lama ini sempat mencuat ke publik.
"Kami memohon kebijakannya juga untuk senior-senior kami di MUI agar ketika akan membuat fatwa-fatwa yang berhubungan erat dengan ekonomi dan keuangan masyarakat, umat, kami dilibatkan," ujar Kepala Badan Ekonomi Syariah Kadin Indonesia Taufan EN Rotorasiko di Penutupan Kongres Ekonomi Umat ke-2 MUI 2021, Minggu (12/12).
Menurut Taufan, permintaan ini muncul karena Kadin Indonesia sempat menjadi tempat bertanya dari para pengusaha yang sudah terlanjur melakukan investasi kripto. Mereka kebingungan apakah harus mengikuti fatwa MUI atau tidak.
"Kami kemarin di Badan Ekonomi Syariah sempat terguncang sedikit karena fatwa MUI tentang kripto. Keguncangan kami itu karena banyak teman-teman kami (pengusaha) yang sebelum fatwa sudah menjalankan trading kripto," ucapnya.
Untuk itu, sambungnya, Badan Ekonomi Syariah Kadin Indonesia langsung menjalin komunikasi dengan MUI. Hasilnya, pengusaha akan mengikuti fatwa MUI. Namun, mereka ingin bisa dilibatkan dalam penyusunan fatwa ke depan.
"Kami harus mengikuti fatwa MUI, itu tidak ada perdebatan. Kami tidak akan menentang, tapi kami mencoba berkomunikasi juga karena kemarin banyak yang tanya ke kami, 'Waduh dasar pikirannya seperti apa?' begitu," katanya.
Pertimbangan lain, menurutnya, para pengusaha mau mengikuti fatwa MUI karena tidak melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Begitu juga dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin Indonesia.
"Alhamdulilah setelah kami coba komunikasikan ke teman-teman pemuda, pengusaha, semuanya memahami apa yang difatwakan benar. Jadi Insyaallah kami butuh komunikasi yang lebih intensif, sehingga kita bisa mengomunikasikan nilai-nilai yang baik dari MUI ke masyarakat secara menyeluruh," jelasnya.
Sebelumnya, MUI menilai uang kripto merupakan haram karena mengandung gharar (ketidakpastian), dharar (bahaya), hingga qimar (perjudian). Selain itu, MUI menilai uang kripto tidak memiliki wujud fisik, nilai, jumlahnya tidak pasti, dan lainnya.
"Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram karena gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2019 dan Peraturan BI Nomor 17 Tahun 2015," kata Ketua MUI Asrorun Niam Soleh.
Sementara berdasarkan aturan, saat ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan memperbolehkan aset kripto dalam perdagangan berjangka untuk investasi.
(uli/sfr)Sempat Terguncang Fatwa Kripto, Kadin Minta MUI Libatkan Pengusaha - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment